CAPTURE ID CARD
BERDASARKAN JARAK IMAGE MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN DISTANCE
Oleh: Dedy
Abdullah, Maltayudin
ABSTRAK
Proses
pengenalan objek dengan menggunakan kamera diperlukan dalam pembuatan beberapa
aplikasi computer vision. Salah satu bagian dari hal itu adalah kemampuan
mendeteksi dan mengcapture objek dalam jarak tertentu. jarak dapat mempermudah
proses capture ID card yang
dapat menghilangkan objek lain sebagi backgroundnya sehingga kamera hanya
mencapture ID cardnya saja. Algoritma Euclidean distance merupakan metode yang
sangat sederhana dalam perhitungan jarak, oleh karena itu penulis menggunakan
algoritma ini dalam menentukan jarak ID Card dengan kamera. Hasil dari
penelitian menunjukkan bahwa algoritma Euclidean dapat digunakan dengan baik
dalam mencapture ID card jika ID card mendapatkan pencahayaan yang merata.
Katakunci :
Capture ID Card, Image
PENDAHULUAN
Proses pengenalan objek dengan
menggunakan kamera diperlukan dalam pembuatan beberapa aplikasi visi komputer
(computer vision). Salah satu tugas penting untuk itu yaitu kemampuan
mendeteksi dan capture objek dalam jarak tertentu. Berbagai cara dapat
dilakukan untuk capture objek yaitu seperti capture objek berdasarkan warna,
berdasarkan template , ukuran dan berbagai cara lainnya. Sedangkan pada
penelitian ini cara yang digunakan untuk capture objek yaitu berdasarkan jarak
antara objek dan kamera.
Jarak antara kamera dengan objek menjadi
pilihan dari berbagai cara yang digunakan dalam proses deteksi maupun capture
objek. Hal ini dikarenakan dengan jarak dapat mempermudah proses capture objek,
jika jarak fokus objek tidak tetap maka program bisa saja menangkap objek
lainnya yang ada disekitar objek tersebut. Apabila program menangkap objek lain
selain objek ID Card, maka proses pengolahan hasil capture menjadi tidak
efisien lagi dan akan memperlambat kinerja program tersebut (Muhimmah, dkk.,
2012).
Menurut (Martiana, dkk.,2012) Algoritma
Euclidean distance merupakan metode yang sangat sederhana dalam perhitungan
jarak, oleh karena itu penulis menggunakan algoritma ini dalam menentukan jarak
objek tersebut.
LANDASAN TEORI
Pengolahan Citra
Pengolahan citra ( image processing )
adalah suatu pengolahan data yang masukannya berupa citra (image) dan
keluarannya juga berupa citra yang memiliki kualitas yang lebih baik dari citra
masukan (Permana, dkk., 2009). Menurut (Windasari, 2012), Tujuan dari
pengolahan citra adalah sebagai berikut :
a. Memperbaiki kualitas citra, yaitu citra yang
dihasilkan dapat menampilkan informasi secara jelas atau dengan kata lain
manusia dapat melihat informasi yang diharapkan dengan medefinisikan citra yang
ada.
b. Mengekstraksi informasi yang menonjol pada
suatu citra, dimana hasilnya adalah informasi citra dimana manusia mendapatkan
informasi ciri dari citra secara numerik atau komputer melakukan interprestasi
terhadap informasi yang ada pada citra melalui besaran-besaran data yang dapat
dibedakan secara jelas.
ID CARD
ID
Card merupakan kartu identitas yang tertulis pada sebuah kartu mengenai
data diri seseorang secara singkat dan data dari organisasi atau kantor yang
mengeluarkanya, biasanya kartu ini terbuat dari plastik atau bisa juga dari
kertas. (Axopos, 2013)
Menurut
(Axopos, 2013), fungsi dari id card yaitu :
a.
Mempermudah
seseorang mengenal dan meminta bantuan kepada karyawan sesuai dengan divisi dan
nama pada ID Card.
b.
Membedakan
dan memisahkan secara tegas antara karyawan dan non karyawan untuk menjaga
keamanan , penyusupan, dan hal-hal yang tidak diinginkan.
c.
ID
Card dapat berfungsi sebagai absensi.
d.
ID
Card untuk penerapan access control yaitu, hanya dengan id card seorang karyawan dapat masuk ke
ruangannya .
JARAK
Jarak merupakan pendekatan yang umum
dipakai untuk mewujudkan pencarian citra. Fungsinya adalah untuk menentukan
kesamaan atau ketidaksamaan dua vektor fitur. Tingkat kesamaan dinyatakan
dengan suatu skor atau ranking. Semakin kecil nilai ranking, semakin dekat
kesamaan kedua vektor tersebut (Kadir & Susanto, 2012).
CITRA DIGITAL
Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y), berukuran M baris dan N kolom, dimana x dan y adalah koordinat
spasial dari citra, sedangkan f(x,y) merupakan
intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila nilai x, y dan f secara keseluruhan memiliki nilai yang berhingga (finite) dan
bernilai diskrit, maka citra tersebut disebut dengan citra didgital (Permana, dkk., 2009).
Citra digital merupakan representatif dari citra yang diambil oleh mesin
dengan bentuk pendekatan berdasarkan sampling dan kuantisasi. Sampling
menyatakan besarnya kotak-kotak yang disusun dalam baris dan kolom atau dengan
kata lain sampling pada citra menyatakan besar kecilnya ukuran piksel (titik)
pada citra, dan kuantisasi menyatakan besarnya nilai tingkat kecerahan yang
dinyatakan dalam nilai tingkat keabuan (grayscale)
sesuai dengan jumlah bit biner yang digunakan oleh mesin atau dengan kata lain
kuantitasi pada citra menyatakan jumlah warna yang ada pada citra (Windasari, 2012).Citra digital
dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut.
SISTEM KOORDINAT CITRA
Sebuah citra adalah kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam bidang dua
dimensi. Indeks baris dan kolom (x,y) dalam sebuah pksel dinyatakan dengan
bilangan bulat. Piksel (0,0) terletak pada sudut kiri atas pada citra, indeks x
bergerak ke kanan dan indeks y bergerak ke bawah.Sistem koordinat grafik
matematika/kartesian (Windasari, 2012).
CITRA BERWARNA
Untuk citra berwarna, maka digunakan model RGB (Red-Green-Blue) dimana
satu citra berwarna dinyatakan sebagai 3 buah matrik grayscale yang berupa
matrik untuk Red (R-layer), matrik untuk Green (G-layer) dan matrik untuk Blue
(B-layer).
R-layer adalah
matrik yang menyatakan derajat kecerahan untuk warna merah (misalkan untuk
skala keabuan 0-255, maka nilai 0 menyatakan gelap (hitam) dan 255 menyatakan
warna merah. G-layer adalah matrik yang menyatakan derajat
kecerahan untuk warna hijau, dan B-layer adalah matrik yang menyatakan derajat
kecerahan untuk warna biru (Windasari, 2012).
CITRA GRAYSCALE
Proses awal yang banyak dilakukan dalam image processing adalah mengubah citra berwarna menjadi citra grayscale , hal ini digunakan untuk
menyederhanakan model citra. Citra berwarna terdiri dari 3 layer matrik yaitu
R, G, dan B, sehingga untuk melakukan proses-proses selanjutnya tetap
diperhatikan tiga layer diatas. Bila setiap proses perhitungan dilakukan
menggunakan tiga layer, berarti
dilakukan tiga perhitungan yang sama. Sehingga konsep itu diubah dengan
mengubah tiga layer diatas menjadi 1 layer matrik grayscale dan hasilnya adalah
citra grayscale. Dalam citra ini tidak ada lagi warna, yang ada adalah derajat
keabuan (Wasista dan Priyanti., 2010)
Untuk mengubah citra berwarna yang mempunyai nilai matrik masing-masing
r, g dan b menjadi citra grayscale dengan nilai s, maka konversi dapat
dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai r, g dan b sehingga dapat
dilakukan dengan mengambil rata-rata dapat dituliskan sebagai berikut.
G = G - R/2 - B/2;
bw = G > 40;
THRESHOLDING DAN CITRA BINER
Thresholding digunakan untuk mengatur jumlah derajat keabuan yang ada pada citra.
Dengan menggunakan thresholding maka
derajat keabuan bisa diubah sesuai keinginan, misalkan diinginkan menggunakan
derajat keabuan 16, maka tinggal membagi nilai derajat keabuan dengan 16.
Proses thresholding ini pada dasarnya
adalah proses pengubahan kuantisasi pada citra, sehingga untuk melakukan thresholding dengan derajat keabuan
dapat digunakan rumus:
Dimana, w adalah nilai derajat
keabuan sebelum thresholding
sedangkan x adalah nilai derajat
keabuan setelah thresholding (Santi, 2011).
Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan
nilai piksel yaitu hitam dan putih. Citra biner juga disebut sebagai cita
monokrom (Santi, 2011). Citra biner
adalah citra dengan nilai setiap piksel diasumsikan bernilai salah satu dari
dua nilai diskrit, yaitu nilai “on“
dan nilai “off“. Umumnya citra biner
disimpan sebagai matriks dimensi-2 yang bersisi nilai 0 (menyatakan piksel = “off“) dan nilai 1 0 (menyatakan piksel
= “on“) (Santi, 2011).
Untuk mengubah suatu citra grayscale menjadi citra biner, sebetulnya
prosesnya sama dengan peoses pengambangan yaitu mengubah kuantisasi citra.
Untuk citra dengan derajat keabuan 256, nilai tengahnya adalah 128, sehingga
untuk mengubah menjadi citra biner dapat dilakukan dengan logika jika x <
128 maka x = 0, jika tidak maka x =
255.
METODE EUCLIDEAN DISTANCE
Metode euclidean distance adalah metode pengukuran jarak garis lurus
(straight line) antara titik X(X1,X2,...Xn) dan titik Y(Y1,Y2,...Yn) (Muhimmah dan Rachmad., 2012).
Pada algoritma ini cara kerjanya yaitu dengan membandingkan nilai vektor
dari citra pelatihan dengan nilai vektor dengan citra test, dengan perbandingan
tersebut nantinya akan didapatkan hasil perbandingan antara citra test dengan
citra pelatihan. Semakin kecil selisih nilai tersebut maka akan semakin besar
kemungkinan kesamaan antara citra test dengan citra pelatihan.
Euclidean Distance merupakan metrik yang paling sering digunakan untuk
menghitung kesamaan 2 vektor. Euclidean distance menghitung akar dari kuadrat
perbedaan 2 vektor (Wulanningrum, dkk., 2012).
Rumus dari
Euclidian Distance:
Keterangan :
dij = Jarak Euclidean
Xik = Bobot citra pelatihan
Xjk = Data bobot citra test
n = Jumlah
data pelatihan
Cara perhitungan pada 2 vektor :
A=[ 4, 3 ]
B=[ 2, 3 ]
Euclidean Distance dari vektor A dan B adalah :
METODE
PENELITIAN
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Antar Muka Program
Pada saat pertama kali program dijalankan maka akan tampil antarmuka
program seperti gambar dibawah ini.
Pengujian Sistem
Pengujian sistem ini menggunakan masukan objek berupa id card yang di
arahkan ke webcam yang digunakan, acuan yang digunakan agar bisa mendeteksi id
card tersebut adalah nilai piksel id card yang disesuaikan dengan jarak objek
dengan kamera. Dalam hal ini pengujian yang dilakukan menggunakan 12 jarak pengujian dengan jarak yang bervariasi antara
objek dengan kamera yaitu mulai dari jarak 6cm, 8cm, 10cm, 12cm, 14cm, 16cm,
18cm, 20cm, 22cm, 24cm, 26cm, 28cm
Pada tabel.1 dapat diketahui bahwa dari 12 kali pengujian dengan jarak yang bereda terdapat
beberapa selisih jarak antara jarak pengukuran dan perhitungan, artinya sistem
ini meskipun masih memiliki banyak kelemahan dengan adanya selisih jarak
pengukuran dengan jarak perhitungan sistem sudah dapat mengenali jarak objek
dengan baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil perancangan dan pengujian yang telah dilakukan, diperoleh
beberapa kesimpulan sebgai berikut :
a.
Jarak dapat di
peroleh dengan baik jika objek mendapatkan pencahayaan yang merata.
b.
Pendeteksian
objek dapat dilakukan dengan mencari nilai piksel objek.
c.
Dapat
disimpulkan bahwa algoritma Euclidean
Distance tidak bisa mengenali jarak objek dengan sempurna pada saat
intensitas cahaya yang tidak merata.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka ada
beberapa saran dari penulis yaitu :
a.
Pada proses
pendeteksian objek, gunakan nilai piksel yang tetap agar proses pendeteksian
mempunyai nilai acuan.
b.
Untuk penelitian
selanjutnya agar bisa menyempurnakan kinerja sistem bisa menggunakan algoritma
lain untuk memperkecil kemungkinan kesalahan dalam pendeteksian jarak.
c.
Gunakan webcam
yang mempunyai nilai piksel tinggi agar hasil capture lebih baik dan
mempermudah dalam proses pencarian jarak dan segmentasi objek.
DAFTAR PUSTAKA
1. Axopos. (2013, November 15 ). Berbagai Ukuran ID Card. Dipetik
Maret 20, 2014, dari Axopos.Com Toko Peralatan Komputer Kasir: http://www.axopos.com/article/berbagai-ukuran-id-card-173.html#.Uyjfe6h_seA
2. Kadir, A., & Susanto, A. (2012). Pengolahan Citra. Yogyakarta:
Andi Publiser.
3.
Martiana, E., Mubtada'i, N. R., & Purnomo, E. (t.thn.).
PENGGUNAAN METODE PENGKLASTERAN UNTUK MENENTUKAN BIDANG
0 komentar:
Posting Komentar
sampaikanlah secara bijak...